DESENTRALISASI

Era Otonomi tempat ditandai bersama diberlakukannya Undang-Undang No. 22 tahun 1999 berkenaan Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 tahun 1999 berkenaan Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah pada tanggal 1 Januari 2001. Babak baru didalam manajemen Negara dimana sudah berlangsung pelimpahan kewenangan yang tambah luas kepada pemerintah tempat didalam rangka tingkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan fungsinya. Dengan ke-2 undang-undang tersebut, proses pembangunan beralih dari otonomi pusat jadi otonomi daerah.

Pelaksanaan otonomi tempat yang merupakan bagian dari desentralisasi, diharapkan slot kakek tua bisa menopang serta mempermudah didalam beraneka urusan penyelenggaraan Negara. Otonomi tempat merupakan hak, wewenang, serta kewajiban tempat otonom peranan untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat tempat tersebut. Menurut lebih dari satu pakar bahwa pelaksanaan otonomi tempat merupakan titik fokus mutlak peranan memperbaiki kesejahteraan rakyat. Pengembangan suatu tempat sesuai oleh pemerintah tempat itu sendiri bersama potensi yang ada serta ciri khas dari daerahnya masing-masing.

Perjalanan otonomi tempat diwarnai bersama perubahan basic hukum yang memayunginya. Memasuki tahun 2004, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 berkenaan Pemerintahan Daerah sudah dianggap tidak cocok bersama ada perkembangan situasi dan tuntutan penyelenggaraan otonomi daerah, supaya sudah digantikan oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 berkenaan Pemerintahan Daerah. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 hingga pas ini sudah banyak mengalami perubahan, terakhir kali adalah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 berkenaan Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 berkenaan Pemerintahan Daerah.

Salah satu target otonomi tempat adalah pemeliharaan interaksi antara pusat bersama tempat serta antar tempat didalam rangka keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Negara berikan kesempatan pemerintah tempat peranan menyatakan kemampuannya untuk melakukan kewenangan yang jadi hak tempat masing-masing. Maju dan tidaknya suatu tempat ditentukan oleh kekuatan serta keinginan didalam melaksanakannya. Pemerintah tempat bisa bebas berkreasi didalam rangka membangun daerahnya masing-masing, tentu saja tetap didalam koridor perundang-undangan yang berlaku.

Di jaman otonomi tempat ini, hanya enam urusan yang tetap senantiasa di pusat, yakni politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta bidang-bidang lain seperti rencana dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, proses administrasi negara dan lembaga perekonomian negara. Selebihnya, terlebih yang menyangkut pemberdayaan tempat diserahkan kepada daerah. Pelimpahan wewenang ini mesti dapat dukungan oleh sumber pembiayaan yang memadai. Di lain pihak, antara satu tempat bersama tempat lainnya, sumber pembiayaannya terlampau beragam. Ada lebih dari satu tempat bersama sumber daya yang dimiliki bisa menyelenggarakan otonomi daerah, tetapi tidak tertutup kemungkinan ada lebih dari satu tempat yang bakal hadapi susah didalam menyelenggarakan tugas otonomi tempat karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki.

KEUANGAN DAERAH

Kreativitas dan inisiatif suatu tempat didalam menggali sumber keuangan bakal terlampau tergantung pada kebijakan yang disita oleh pemerintah tempat itu sendiri. Di satu sisi, menggerakkan sumber daya keuangan untuk membiayai beraneka kesibukan tempat ini bisa tingkatkan kinerja pemerintah tempat didalam menggerakkan fungsinya. UU No. 33 tahun 2004 pasal 5 menyatakan bahwa sumber-sumber penerimaan tempat adalah penghasilan tempat dan pembiayaan. Pendapatan tempat terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), dana perimbangan dan lain-lain pendapatan. Dana Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah merupakan mekanisme transfer pemerintah pusat-daerah terdiri dari Dana Bagi Hasil Pajak dan Sumber Daya Alam (DBHP dan SDA), Dana Alokasi Umum (DAU), dan Dana Alokasi Khusus (DAK). Dana pembiayaan tempat berasal dari Sisa Lebih Anggaran tempat (SAL), pinjaman daerah, dana cadangan tempat dan privatisasi kekayaan tempat yang dipisahkan.

Manajemen keuangan tempat yang baik, didalam jaman otonomi daerah, merupakan tidak benar satu prasyarat mutlak untuk mewujudkan efektifitas dan efesiensi pemerintah dan pembangunan di tingkat lokal. Dalam interaksi antar pusat dan daerah, pemerintah pas ini sudah mengalokasikan dana perimbangan untuk membiayai kebutuhan tempat didalam rangka menopang pelaksanaan desentralisasi pemerintahan. Tujuan utama pemberian dana perimbangan didalam kerangka otonomi tempat adalah untuk pemerataan kekuatan fiskal pada tiap daerah. Idealnya semua pengeluaran pemerintah tempat bisa dicukupi bersama pakai PAD-nya, supaya tempat jadi terlampau otonom.

Dana Alokasi Khusus (DAK) memiliki tujuan untuk menopang mendanai kesibukan tertentu yang merupakan urusan tempat dan cocok bersama prioritas nasional. Di samping itu target pemberian DAK adalah untuk mengurangi kesenjangan antar daerah, dan tingkatkan penyediaan barang publik di daerah. Dalam perspektif peningkatan pemerataan penghasilan maka peranan DAK terlampau mutlak untuk mempercepat konvergensi antar daerah, karena dana diberikan cocok bersama prioritas nasional.

Secara teori, meningkatnya penerimaan tempat melalui pemberian dana perimbangan dan pengumpulan dana non perimbangan pada satu sisi bakal tingkatkan perkembangan ekonomi, tetapi pada sisi yang lain bisa memperburuk ketimpangan antardaerah. Peningkatan penerimaan tempat bakal beri tambahan keleluasaan untuk mendesain kebijakan yang bisa beri tambahan dorongan pada perkembangan ekonomi slot garansi 100. Alokasi anggaran tempat untuk investasi bakal tingkatkan kapital stok tempat dan memperluas kesempatan kerja, supaya bakal tingkatkan kapasitas ekonomi tempat yang pada selanjutnya bakal tingkatkan perkembangan ekonomi.

Peningkatan perkembangan ekonomi berdampak pada konsumsi dan tabungan (investasi) masyarakat supaya bakal makin besar basis pajak daerah. Dampak seterusnya yakni berlangsung peningkatan penerimaan pajak dan retribusi daerah, supaya penerimaan tempat bakal meningkat. Keberhasilan pencapaian target otonomi tempat dan desentralisasi fiskal untuk tingkatkan perkembangan ekonomi dan mengurangi ketimpangan antardaerah terlampau tergoda oleh situasi ekonomi makro daerah. Terkait bersama pelaksanaan desentralisasi fiskal, ternyata belum beri tambahan dampak segera pemerataan perkembangan ekonomi, pas itu esensi dari desentralisasi fiskal adalah meminimalisasi disparitas antar provinsi.

MEKANISME DANA TRANSFER

Saat ini pemerintah, didalam hal ini Kementerian Keuangan, tidak hanya sebatas mendistribusikan anggaran ke daerah, tetapi sudah terasa memandang tingkat efisiensi dan efektivitas pemanfaatan dana tersebut. Seperti terobosan yang dijalankan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bersama memberlakukan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50/PMK.07/2017 berkenaan Pengelolaan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD). Pesan yang bisa ditangkap dari terobosan ini ada perubahan dari sisi pengalokasian, penyaluran, dan pelaporan serta efektivitas pemanfaatan TKDD. Perubahan tidak kemungkinan dijalankan oleh satu pihak saja maka pemerintah tempat termasuk dituntut untuk bisa berbenah lantaran kebijakan ini bisa terlampau mempengaruhi kapasitas mereka didalam penyelenggaraan pembangunan sebagaimana sudah disusun didalam APBD.

Regulasi baru tersebut menyiratkan bahwa Kementerian Keuangan berkeinginan ada penguatan efektivitas penganggaran dan pengalokasian TKDD didalam menanggulangi kesenjangan antar tempat bersama senantiasa merawat kredibilitas APBN. Diawali bersama penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa untuk tahun anggaran 2017, tidak ulang disalurkan sekaligus melainkan melalui lebih dari satu tahap cocok progress yang sudah dijalankan oleh tiap tiap pemda baik itu Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Dengan kata lain penyaluran DAK Fisik dan Dana Desa dijalankan berdasarkan kinerja penyerapan dan capaian output yang dilaporkan pemda. Laporan cukup disampaikan kepada Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) terdekat. Menteri Keuangan sudah mempercayakan kepada 172 KPPN yang tersebar di semua Indonesia untuk memverifikasi laporan kinerja penyerapan dan capaian output dari Pemda. Koordinasi dan konsultasi antara Pemda dan Kementerian Keuangan bakal lebih efisien karena pemda tidak mesti melakukan perjalanan ke pusat tetapi cukup ke KPPN terdekat. Selain itu diharapkan interaksi KPPN dan Pemda bisa tingkatkan efektifitas monitoring dan evaluasi serta anggapan kinerja pelaksanaan anggaran pusat dan daerah.

Perbaikan mekanisme penyaluran dana transfer ini bersama mempertimbangkan kinerja penyerapan dana dan ketercapaian output untuk mendorong efisiensi, efektivitas, dan akuntabilitas. Kemudian untuk mendorong pemerintah tempat supaya mengoptimalkan dana transfer dan dana desa untuk tingkatkan mutu membeli infrastruktur daerah. Pemerintah pusat sudah buat persiapan mekanisme penyaluran dana transfer yang efisien dan efektif, tetapi di lain pihak banyak pemda yang belum bisa mengikutinya. Data penyaluran 3 tahun terakhir menyatakan tetap berlangsung gagal salur hanya karena kesibukan yang sudah direncanakan dan disetujui Kementerian/Lembaga terlambat atau gagal lelang supaya pada batas pas yang sudah ditentukan kesibukan tidak bisa dilaksanakan. Ditengarai pemerintah tempat (pemda) dianggap tidak siap menyusun program. Ketidaksiapan pemda itu berimplikasi kepada serapan Dana Alokasi Khusus (DAK).

Mekanisme baru ini sebetulnya senang tidak senang bakal memaksa semua pemda untuk mereformasi birokrasinya supaya lebih gesit mengikuti perubahan yang berlangsung jikalau tidak senang ketinggalan konsisten atau malah tidak kebagian dana transfer. Selanjutnya, sanksi termasuk mesti lebih dipertegas berkait bersama pelaksanaan desentralisasi fiskal ini. Dalam UU 33 tahun 2004, sanksi hanya berkaitan bersama pelaporan keuangan tempat kapada pemerintah, dimana Pasal 102 ayat 5 berbunyi “Menteri Keuangan beri tambahan sanksi bersifat penundaan penyaluran Dana Perimbangan kepada Daerah yang tidak mengemukakan informasi keuangan tempat kepada pemerintah”. Jika kita menelaah lebih jauh berkenaan sanksi ini, maka sanksi ini justru yang bakal terima akibatnya adalah masyarakat, pas yang bersalah/tidak melaporkan pelaksanaan keuangan daerahnya adalah aparat Pemda, maka dari itu terlampau mutlak untuk dipikirkan pemberian sanksi kepada aparat yang lalai didalam mengemukakan laporan kepada pemerintah.

Pemda sudah tidak bisa mengelak bersama ada jaman baru mekanisme TKDD, tidak kemungkinan termasuk melempar handuk untuk menyerah. Pemerintah tempat sebisa kemungkinan terasa memilah-milah program berdasarkan tingkat urgensinya., bersama pertimbangan keterbatasan anggaran yang nyaris senantiasa terjadi. Pemerintah tempat sudah semestinya terlatih bersikap tegas dan realistis untuk terasa menekankan program-program prioritas. Hal lain yang kritis pas ini adalah kekuatan sumber daya manusia (SDM). Kunci utama langkah reformasinya terdapat pada pengembangan SDM, karena sepanjang ini keterbatasan kapasitas aparatur anggaran kerap kali dijadikan kambing hitam didalam kinerja yang tidak cukup optimal. Selanjutnya tempat mesti didorong untuk lebih giat ulang supaya tidak tergantung bersama dana transfer dari pemerintah. Tujuan utamanya adalah supaya proses pembangunannya tidak terjerat bersama dinamika keuangan pemerintah pusat. Alangkah lebih baik pemerintah tempat bisa tingkatkan ekstensifikasi dan intensifikasi yang mendorong supaya Pendapatan Asli Daerah Daerah bisa lebih optimal.

Keberhasilan suatu tempat bisa melakukan otonomi tempat bisa dilihat dari kekuatan keuangan daerah, yang artinya tempat tersebut miliki kekuatan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan pakai keuangannya sendiri untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan. Selanjutnya ketergantungan kepada pemberian pusat mesti seminimal slot bet kecil mungkin, oleh karena itu, PAD mesti jadi sumber keuangan terbesar yang dapat dukungan oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah.